TribunAsia – Rabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus rabies. Virus ini menyerang sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan peradangan pada otak dan sumsum tulang belakang.
Rabies biasanya ditularkan melalui gigitan atau cakaran dari hewan yang terinfeksi, terutama anjing, kucing, dan hewan liar seperti rakun, rubah, dan kelelawar.
Setelah terinfeksi virus rabies, gejala awalnya mirip dengan flu, termasuk demam, sakit kepala, dan kelelahan.
Namun, seiring berkembangnya penyakit, gejalanya menjadi lebih serius dan meliputi kegelisahan, kebingungan, kesulitan tidur, gangguan mental, kejang, dan paralisis.
Rabies pada akhirnya akan menyebabkan kematian jika tidak diobati.
Rabies merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan fatal bagi manusia.
Jika seseorang telah terkena gigitan atau cakaran dari hewan yang dicurigai terinfeksi rabies, langkah-langkah medis segera harus diambil untuk mencegah penyakit tersebut berkembang.
Pencegahan termasuk membersihkan luka dengan sabun dan air, menjalani vaksin rabies, dan mungkin juga mendapatkan imunoglobulin rabies sebagai perlindungan tambahan.
Penting untuk menjaga jarak dan berhati-hati terhadap hewan yang berpotensi membawa virus rabies.
Vaksinasi hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing, serta menghindari kontak dengan hewan liar yang tidak dikenal atau terlihat sakit adalah langkah-langkah penting untuk mencegah penularan rabies.
Jika seseorang dicurigai telah terinfeksi rabies, segera mencari perawatan medis adalah hal yang sangat penting.
Sejarah Munculnya Penyakit Rabies
Rabies adalah penyakit yang telah ada sejak zaman kuno.
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa penyakit ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu.
Beberapa tulisan sejarah juga mencatat kasus rabies pada masa lampau.
Terdapat referensi tertua tentang rabies pada sekitar 2000 SM di prasasti Mesir Kuno, yang menggambarkan gejala penyakit pada manusia dan hewan.
Beberapa catatan sejarah lainnya juga mengacu pada gejala yang mirip dengan rabies, seperti di antara tulisan-tulisan Kuno India, Yunani, dan Romawi.
Pada abad ke-19, Louis Pasteur, seorang ilmuwan Prancis, memainkan peran penting dalam pemahaman dan penanganan rabies.
Pada tahun 1885, Pasteur berhasil mengembangkan vaksin rabies pertama yang aman dan efektif untuk digunakan pada manusia.
Ia melakukan eksperimen pada anjing dan menguji vaksin tersebut pada seorang anak bernama Joseph Meister yang terinfeksi rabies setelah digigit anjing yang terinfeksi.
Vaksinasi Pasteur pada Joseph Meister berhasil menyelamatkan nyawa anak tersebut dan membuka jalan bagi vaksinasi rabies modern.
Sejak penemuan vaksin rabies, langkah-langkah pencegahan dan pengobatan terus dikembangkan.
Vaksinasi hewan peliharaan, program pengendalian populasi hewan liar, dan kampanye kesadaran masyarakat menjadi faktor penting dalam pengendalian penyebaran penyakit rabies.
Meskipun upaya-upaya telah dilakukan untuk mengurangi kasus rabies di berbagai belahan dunia.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di beberapa negara.
Terutama di daerah yang memiliki populasi anjing liar yang tinggi dan kurangnya akses terhadap perawatan medis yang tepat.
Tanda-tanda Gejala Virus Rabies
Gejala virus rabies dapat bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Secara umum, gejala rabies pada manusia dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap prodromal (awal) dan tahap neurologis (lanjutan).
Tahap Prodromal (Awal):
Demam: Demam ringan hingga tinggi adalah salah satu gejala awal rabies.
Sakit kepala: Penderita rabies sering mengalami sakit kepala yang berat dan persisten.
Malaise: Kelelahan yang berlebihan, kelemahan umum, dan perasaan tidak enak badan (malaise).
Gangguan pencernaan: Mual, muntah, dan gangguan pencernaan lainnya sering terjadi.
Gatal-gatal: Seringkali, gatal-gatal pada area gigitan dapat muncul.
Tahap Neurologis (Lanjutan):
Kecemasan dan kegelisahan: Pasien dapat mengalami kecemasan yang intens dan kegelisahan yang tak terkendali.
Kesulitan tidur: Insomnia atau gangguan tidur sering terjadi pada tahap ini.
Gangguan saraf: Munculnya kejang-kejang, kaku otot (rigiditas), dan nyeri di area gigitan.
Gangguan mental: Perubahan perilaku, kebingungan, dan halusinasi dapat terjadi.
Fobia air (hidrofobia): Salah satu gejala khas rabies, penderita dapat merasakan ketakutan yang berlebihan terhadap air dan kesulitan menelan.
Kelumpuhan: Pada tahap lanjutan, penderita rabies dapat mengalami kelumpuhan dan kehilangan kontrol otot.
Penting untuk dicatat bahwa gejala rabies dapat bervariasi dan tidak semua gejala tersebut selalu muncul pada setiap kasus.
Gejala-gejala ini biasanya berkembang dalam rentang waktu beberapa hari hingga berminggu-minggu, tetapi dapat bervariasi tergantung pada individu dan faktor lainnya.
Jika seseorang dicurigai telah terinfeksi rabies, sangat penting untuk segera mencari perawatan medis darurat.
Cara Mengatasi Penyakit Rabies
Penyakit rabies pada manusia memerlukan penanganan medis yang segera dan intensif.
Sayangnya, setelah gejala muncul, penyakit rabies hampir selalu berakibat fatal.
Oleh karena itu, pencegahan menjadi kunci penting dalam mengatasi penyakit ini.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi penyakit rabies:
Pencegahan gigitan hewan: Hindari kontak langsung dengan hewan liar yang tidak dikenal atau tampak sakit.
Jangan bermain atau menyentuh hewan yang dapat membawa virus rabies, seperti anjing liar atau kelelawar.
Pastikan hewan peliharaan Anda divaksinasi dengan vaksin rabies yang teratur.
Perawatan luka: Jika terjadi gigitan atau cakaran hewan yang dicurigai terinfeksi rabies.
Segera membersihkan luka dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit.
Setelah itu, segera kunjungi pusat medis untuk perawatan lanjutan.
Vaksinasi pascapaparan: Jika seseorang telah tergigit atau terpapar virus rabies, perlu segera mencari perawatan medis.
Vaksinasi pascapaparan harus dimulai sesegera mungkin.
Prosedur ini melibatkan pemberian serangkaian vaksin rabies selama beberapa minggu untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar melawan virus.
Imunoglobulin rabies: Selain vaksinasi pascapaparan, imunoglobulin rabies juga dapat diberikan sebagai perlindungan tambahan.
Imunoglobulin rabies mengandung antibodi yang membantu melawan virus rabies.
Ini biasanya diberikan pada hari pertama pengobatan.
Perawatan medis simtomatik: Selama perawatan, dokter akan memberikan perawatan medis simtomatik untuk mengurangi gejala dan memberikan perawatan suportif.
Hal ini termasuk pengobatan untuk mengendalikan kejang, nyeri, dan gejala lainnya yang mungkin timbul.
Penting untuk diingat bahwa pencegahan melalui vaksinasi adalah kunci utama dalam mengatasi rabies.
Setelah gejala muncul, penyakit ini hampir tidak dapat diobati.
Oleh karena itu, jika ada kecurigaan terhadap paparan rabies, segera mencari perawatan medis darurat.
Obat Penyakit Rabies
Untuk menyembuhkan rabies ada beberapa obat yang biasanya digunakan dalam penanganan penyakit rabies ini.
Perlu dicatat bahwa pengobatan rabies melibatkan serangkaian tindakan medis dan intervensi segera.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal terinfeksi rabies atau dicurigai terkena rabies, segera cari perawatan medis profesional.
Berikut adalah beberapa obat yang mungkin digunakan dalam penanganan rabies:
Imunoglobulin Rabies (Rabies Immunoglobulin): Ini adalah antiserum yang mengandung antibodi terhadap virus rabies.
Pemberian imunoglobulin rabies segera setelah terkena gigitan hewan yang dicurigai terinfeksi rabies sangat penting untuk mencegah penyebaran virus.
Vaksin Rabies (Rabies Vaccine): Vaksin rabies digunakan untuk merangsang respons imun tubuh agar menghasilkan antibodi terhadap virus rabies.
Vaksin ini diberikan dalam beberapa dosis selama periode waktu tertentu sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh dokter.
Obat-obatan Pemeliharaan (Supportive Medications): Dokter mungkin meresepkan obat-obatan pemeliharaan untuk membantu mengatasi gejala dan komplikasi yang terkait dengan penyakit rabies.
Ini dapat mencakup obat pereda nyeri, obat penenang, obat antiinflamasi, dan obat antivirus lainnya yang dapat membantu mengurangi gejala dan mendukung perawatan.
Penting untuk diingat bahwa rabies adalah penyakit serius dan jarang terjadi intervensi setelah terinfeksi.
Pencegahan adalah kunci utama dalam menghindari rabies, seperti menghindari kontak dengan hewan liar, memvaksinasi hewan peliharaan, dan segera mencari perawatan medis jika tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies.
Rhabdoviridae adalah virus Rabies
Rhabdoviridae adalah keluarga virus yang termasuk dalam ordo Mononegavirales.
Keluarga ini mencakup sejumlah besar virus yang dapat menginfeksi manusia, hewan, dan tumbuhan.
Salah satu anggota yang paling dikenal dari keluarga Rhabdoviridae adalah virus Rabies (Virus Rabies atau Rabies Lyssavirus).
Virus dalam keluarga Rhabdoviridae memiliki karakteristik struktural dan genetik yang serupa.
Mereka memiliki genom berupa RNA negatif tunggal yang membawa instruksi untuk sintesis protein.
Genom virus ini dilipat dalam bentuk heliks negatif, yang berarti bahwa mereka memiliki urutan basa yang berlawanan dengan RNA messenger yang digunakan untuk sintesis protein.
Struktur fisik virus Rhabdoviridae terdiri dari protein pelindung luar yang membentuk selubung dan protein inti dalam yang mengandung genom viral.
Selubung tersebut mengandung protein-spike yang memungkinkan virus berikatan dengan sel inangnya.
Virus-virus ini memiliki bentuk batang panjang atau silinder, dan ukuran partikel virus berkisar antara 70-180 nanometer.
Virus Rhabdoviridae, termasuk virus Rabies, dapat menyebar melalui gigitan hewan yang terinfeksi atau kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti air liur atau darah.
Setelah masuk ke dalam tubuh inang, virus menginfeksi sel-sel saraf perifer dan menyebar ke sistem saraf pusat, menyebabkan penyakit yang serius dan potensial fatal.
Selain virus Rabies, beberapa virus dalam keluarga Rhabdoviridae juga menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia, seperti virus Vesicular Stomatitis (VSV) yang dapat menginfeksi sapi, kuda, dan babi.
Beberapa virus dalam keluarga ini juga digunakan dalam penelitian medis dan rekayasa genetika, termasuk virus Vesicular Stomatitis yang dimodifikasi genetiknya untuk digunakan dalam pengembangan vaksin.
Studi terus dilakukan untuk memahami lebih lanjut tentang struktur, replikasi, dan interaksi virus dalam keluarga Rhabdoviridae.
Penelitian ini penting untuk pengembangan strategi pencegahan, pengobatan, dan pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus-virus ini.
Media TribunAsia.net menerima Hak Jawab, Hak Sanggah, dan Hak Ralat. hubungi kami WhatsApp/Telpon : 0821-6731-2468
Ikuti Berita dan Baca Artikel yang lain di Google News